Wisata Kuliner Jadoel yang terletak di daerah Keraton Kidul, kota Pekalongan
pasti tidak asing bagi masyarakat kota Pekalongan dan sekitarnya. Wisata
kuliner jadoel ini sudah berdiri kurang lebih 6 tahun. Wisata ini merupakan
program bantuan pemerintah dalam bentuk dana kepada daerah keraton kidul. Namun
bantuan tersebut dialokasikan untuk membangun wisata kuliner jadoel. Tak dapat
dipungkiri, dengan adanya wisata kuliner jadoel ini dapat mengangkat makanan
tradisional yang ada di Pekalongan. Hal ini sekaligus menjadi tujuan utama
dalam pembangunan Wisata Kuliner Jadoel tersebut.
Tak hanya masyarakat
desa Kraton Kidul, siapapun dapat berjualan di wilayah ini. Mulai dari makanan
berat, ringan, seperti megono, wedang jahe, ada di tempat ini. Setiap orang yang
ingin berjualan di kawasan ini, dapat menyewa kios yang ada dengan harga
260.000 per bulan, sudah termasuk air, listrik, dan kebersihan, selama 24 jam
sehari. Biasanya para pedagang membuka lapaknya mulai dari pukul 03.00 sampai
tengah malam sekitar pukul 24.00. Pengunjungnya pun beragam, mulai dari anak
muda hingga tua. Harga yang ditawarkan pun sesuai harga pasar.
Namun seiring
perkembangan zaman, makanan pun semakin beragam. Hingga makanan jadoel seperti
sego megono menjadi kurang diminati oleh masyarakat. Masyarakat lebih meyukai
makanan modern. Hal ini berdampak pada pengunjung di sekitar kawasan tersebut. Tak
seperti pada awal berdirinya, kawasan ini ramai pengunjung, namun dari tahun
ketahun pengunjung semakin berkurang. Hal ini juga berdampak pada pendapatan
pedagang yang ada disekitar kawasan tersebut. Karena sepinya pengunjung,
kios-kios tersebut lebih memilih menutup kiosnya. Ibu Iin misalnya, seorang
pedagang susu sapi murni, beliau lebih memilih menutup kiosnya karena sepinya
pengunjung. Beliau lebih memilih berjualan disekitar trotoar jalan.
Terdapat lebih dari 10 kios yang ada di dalam wisata kuliner tersebut.
Namun hingga saat ini hanya ada kurang dari 10 kios yang masih aktif.
Pergeseran makanan jadul yang kurang diminati akhirnya membuat pedagang beralih
jualan ke makanan yang diminati. Misalnya jus, soto, ramesan, nasi goreng
bahkan burger ada di kawasan wisata ini. Belum ada tanggapan pemerintah desa
setempat dalam menanggapi hal ini. Tujuan awal yang digembar-gemborkan untuk
mengangkat makanan tradisional kini tak lagi terealisasi.
Selain itu, penataan tempat yang
kurang strategis juga berpengaruh. Letaknya yang terlalu menjorok kedalam,
membuat pengunjung harus masuk ke dalam terlebih dahulu jika ingin membeli. Pengawasan
wisata ini tampaknya kurang
diperhatikan, “Padahal ada penjaga yang bertugas setiap hari, tapi pernah
terjadi kehilangan di tempat ini” tutur ibu iin seorang pedagang di salah satu
kawsan wisata kuliner jadol tersebut. Penjaga keamanan pun tampakynya kurang
berfungsi secara maksimal.
Harapan Ibu iin, Wisata Kuliner Jadoel ini dapat
dihidupkan kembali. Misalkan dengan penataan kembali kios-kios yang ada di
dalamya, bentuk makanan tradisional yang lebih dikembangkan, agar masyarakat
kembali tertarik untuk mengujungi wisata ini. Sehingga kawasan Wisata Kuliner
Jadoel tidak hanya sebatas nama.Oleh : W.M/PAC IPNU IPPNU Wonokerto
0 comments:
Post a Comment